54 detik menjelang persetubuhan sempurna kedua jarum jam dinding
yang menandai bertambahnya satu kerut baru di umur hari,
pesan singkatmu menerobos lelapku,
mengabarkan kegembiraanmu lalui hari bersama karibmu
menyusuri sisi-sisi nostalgi di kota seberang laut
tempat kaureguk keranuman masa remajamu bertahun silam.
Dan kaukatakan padaku
keterkejutanmu atas waktu yang berlari begitu cepat,
yang tak terasa kian menyentuh kulminasi waktu
saat azimuth tua malam bermetamorfosis menjadi nadir mula fajar.
Hanya begitu. Sependek itu.
54 detik menjelang akhir keruntuhan malam.
Namun entah kenapa,
di saat kau bercerita tentang dirimu dan sukacitamu
yang tanpa aku di dalamnya,
jiwaku justru sangat tergetar.
Seakan dapat kuindrai magma hatimu
tentang perasaan yang selama ini terbelenggu
di balik dinding kepantasan tentang keberadaan diri kita masing-masing.
54 detik menjelang tengah malam tadi,
aku merasa menjadi seseorang
yang tidak sedang berdiri di hadapanmu dalam tanya dan harap,
melainkan menjadi bagian dirimu
yang pantas kauberbagi keceriaan
segera setelah kau lekat dalam rengkuhnya.
Sesaat tadi,
kauhadirkan aku di sisimu,
di tempat paling intim dari kilau kemurnian masa mudamu.
Beth, 21 Mei 2006 02:22