Wednesday, May 31, 2006

Di sinikah akhirnya?

Kurasa kau benar,
bahwa aku telah terbentur pada dinding peluang penghabisanku,
walau telah kukumpulkan segenap daya
untuk perjuangkan torehan hadirku
di sisi paling ujung kenang terakrabmu
di antara warna-warni lembar harimu.
Maka dapat kumengerti kini
pergimu pada hari yang tak terduga,
sebab pernah kaukatakan
bahwa kau tak akan sanggup
menyeka bias buram di mataku
yang kau jadi alasan satu-satunya.

— Imperial Karawaci, 31 Mei 2006 01:29

Friday, May 26, 2006

Pengertian tanpa alasan

Tolong, jangan tanyakan kenapa aku mengasihimu,
sebab aku tidak punya alasan
atas perasaan yang kini begitu berarti bagiku
yang membuat segala berbeda
tatkala merasai cahaya lembut pagi di wajah
dari bias mentari yang sama dengan kemarin.

Tak dapat kutemukan
apa dari dirimu yang begitu tajam menguak sisi terdalamku,
merobek tabir tinggi yang telah amat lama kupertahankan
atas nama kekekalan dan kesetiaan.

Yang kutahu,
mataku memandang berbeda,
benakku menalar berbeda,
hatiku meresap berbeda,
dan masa laluku hembuskan janji yang berbeda atas kekinian dan esok,
saat kusadari betapa aku mengasihimu.

— Beth, 26 Mei 2006 01:18

Thursday, May 25, 2006

Nama kelima

Aku kehilanganmu hari ini.
Seperti bayang memudar
yang tak kuingin pupus dalam waktu.

Di malam yang kian pekat menekan jiwa,
ingin kuseru namamu
di tepi lidah api lilin
yang sempat kucuri dari cahaya matamu,
dalam sekeping mungil ingatan
yang akan kujaga hingga fajar tiba.

Aku kehilanganmu malam ini,
yang kumau akan kutemukan kembali
saat berkas cahaya pertama mentari
menyeruak rumpun bambu
di pelataran tanpa embun.

Tanpa sesal secuat pun,
kurasa asaku padamu
belum lagi membeku dalam waktu,
walau aku hanyalah nama kelima bagimu.

— Beth, 25 Mei 2006 23:01

Sunday, May 21, 2006

Metamorfosis tengah malam

54 detik menjelang persetubuhan sempurna kedua jarum jam dinding
yang menandai bertambahnya satu kerut baru di umur hari,
pesan singkatmu menerobos lelapku,
mengabarkan kegembiraanmu lalui hari bersama karibmu
menyusuri sisi-sisi nostalgi di kota seberang laut
tempat kaureguk keranuman masa remajamu bertahun silam.

Dan kaukatakan padaku
keterkejutanmu atas waktu yang berlari begitu cepat,
yang tak terasa kian menyentuh kulminasi waktu
saat azimuth tua malam bermetamorfosis menjadi nadir mula fajar.

Hanya begitu. Sependek itu.
54 detik menjelang akhir keruntuhan malam.

Namun entah kenapa,
di saat kau bercerita tentang dirimu dan sukacitamu
yang tanpa aku di dalamnya,
jiwaku justru sangat tergetar.
Seakan dapat kuindrai magma hatimu
tentang perasaan yang selama ini terbelenggu
di balik dinding kepantasan tentang keberadaan diri kita masing-masing.

54 detik menjelang tengah malam tadi,
aku merasa menjadi seseorang
yang tidak sedang berdiri di hadapanmu dalam tanya dan harap,
melainkan menjadi bagian dirimu
yang pantas kauberbagi keceriaan
segera setelah kau lekat dalam rengkuhnya.

Sesaat tadi,
kauhadirkan aku di sisimu,
di tempat paling intim dari kilau kemurnian masa mudamu.

— Beth, 21 Mei 2006 02:22

Wednesday, May 17, 2006

Kata

Aku tak tahu makna yang singgah dalam pemahamanmu.

Sebab kata bisa bermakna ganda,
yang kadang mengiris luka di tiap sisi.
Dan pada saat-saat seperti itu,
tiada seorang pun yang punya hak
ketukkan palu penghakiman
memilah benar dan salah.
Sehingga aku pun tak bisa bersaksi
tentang suara tanpa bunyi
yang berseru-seru
dari titik paling peka di hatimu dan hatiku.

Begitu pula halnya tentang kata
yang pernah tergurat dengan tinta ataupun titi nada.

Sebab tidak jarang kata-kata tak punya makna,
bagai kehampaan yang mengalir tak terasa
di ceruk antara kenyataan kita.

Mestikah aku khawatir
kala dihadapkan pada sisi paling tajam bibir jurang pengakuan?

Sebab pada akhirnya
semua akan kembali ke tempat yang sama,
di noktah terkecil paling bisu
dari rasa purba yang pernah kita miliki,
saat tiada yang lain yang dapat kulakukan
selain mencungkil sekeping hati
dan melekatkannya di hatimu
agar dapat kaurasa apa yang kini kurasa:

tentang aku dan kamu.

— Beth, 17 Mei 2006 15:09

Tuesday, May 16, 2006

Lara tengah malam

Saat keping rembulan tersangkut di jam dua belas,
bersimbah embun bir manis dalam gelas,
kau pun lenyap dalam lelap
yang mencengkeram senyap.

Dan di sini,
di sudut kamar yang terkunci dalam hingar,
resahku merayap kembali ke lorong hati,
mencari sesuatu yang tak mungkin kembali.

— Surabaya, 16 Mei 2006 23:00

Sunday, May 14, 2006

Nights with Q

Entah bagaimana tanpamu.

Walau gundah belum lagi pupus,
namun perbincangan malam denganmu
selalu bisa tawarkan peluang
bahwa hidup senantiasa masih punya waktu
untuk menyimak keresahan kita.

Sebab kebersamaan denganmu
bukanlah untuk mencetuskan kata akhir,
melainkan lelatu pemantik masa,
agar dapat kuberi pada diriku sendiri
kesempatan untuk belajar memaknai diri.

Entah bagaimana denganmu.

— Surabaya, 14 Mei 2006 02:22